Kebutuhan Akan Pemisahan Fungsi Intelijen Dalam Negeri dan Luar Negeri

by -274 Views

Pentingnya Pemisahan Fungsi Intelijen Dalam dan Luar Negeri

Jakarta: Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi) Rizal Darma Putra menekankan betapa pentingnya pemisahan fungsi strategis antara intelijen dalam negeri dan luar negeri. Menurutnya, pemisahan ini diperlukan mengingat kompleksitas ancaman yang dihadapi Indonesia saat ini.

“Pemisahan fungsi intelijen luar negeri dan dalam negeri sangat penting, begitu juga dengan kewenangan penegakan hukum bagi intelijen dalam negeri,” ujarnya dalam diskusi terbatas mengenai restrukturisasi Badan Intelijen Negara (BIN) di Kampus Universitas Bakrie, Jakarta, Senin, 7 Oktober 2024.

Ia juga menyoroti potensi penyalahgunaan kekuasaan yang mungkin terjadi di berbagai sektor, termasuk di BIN, karena tidak adanya otoritas yang memiliki kewenangan jelas untuk menyelidiki operasi BIN. Rizal juga menambahkan bahwa struktur kelembagaan BIN masih didominasi oleh unsur militer, yang memiliki konflik kepentingan politik yang terlalu kuat.

“Rekrutmen sebaiknya dilakukan dengan cara rekrutmen diam-diam, dan tidak hanya didominasi oleh lulusan STIN,” katanya.

Di samping itu, pengawasan menjadi salah satu isu penting dalam diskusi ini. Rizal menggarisbawahi bahwa tantangan pengawasan terhadap lembaga intelijen, khususnya BIN, sangat kompleks.

“Ada tiga bentuk pengawasan yang penting dilakukan terhadap intelijen, yaitu pengawasan anggaran, operasi, dan regulasi. Namun, di banyak negara, pengawasan terhadap lembaga intelijen selalu mengalami kesulitan,” ucap Rizal.

Ia juga menambahkan bahwa transparansi dalam pengawasan sangat penting untuk mengurangi potensi penyalahgunaan kekuasaan.

Sementara itu, peneliti BRIN Muhammad Haripin menekankan pentingnya penguatan BIN sebagai koordinator intelijen nasional, sesuai dengan Undang-Undang Intelijen. Namun, ia mencatat bahwa dalam praktiknya, fungsi BIN sebagai koordinator belum optimal.

“Penguatan dan penegasan peran BIN sebagai koordinator intelijen sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini,” katanya.

Mengenai pengembangan SDM, Haripin menilai proses rekrutmen dan pendidikan intelijen di Indonesia telah mengalami kemajuan yang signifikan, termasuk dengan adanya sekolah khusus, kurikulum, dan pengajar dari kalangan sipil dan peneliti.

Namun, ia juga menyoroti bahwa pola pendidikan yang ideal untuk para intelijen masih perlu diformulasikan dengan lebih baik, terutama untuk menghindari politisasi di dalam BIN.

Haripin menyebut bahwa tantangan utama dalam pengawasan terhadap BIN saat ini terletak pada kekosongan aturan yang mengatur kewajiban pengawasan, adanya konflik kepentingan, serta kompleksitas ancaman yang dihadapi.

“Pengawasan yang baik harus mampu meminimalisasi konflik kepentingan dan memperkuat akuntabilitas anggaran BIN,” katanya.

Sementara Direktur Riset Indo Pacific Strategic Intelligence Aisha Kusumasomantri menekankan perlunya penguatan intelijen luar negeri, khususnya dalam menghadapi ancaman dari luar yang semakin kompleks, seperti destabilisasi politik yang dapat mempengaruhi keamanan nasional.

“Intelijen luar negeri harus diperkuat karena ancaman eksternal semakin nyata,” tegas Aisha.

Sementara itu, Co-Founder ISDS Erik Purnama menambahkan bahwa struktur di BIN saat ini banyak diisi oleh personel militer yang kariernya mulai stagnan. Ia juga menyoroti adanya politisasi dalam proses rekrutmen di STIN yang berdampak pada kualitas SDM di BIN.

“Diperlukan penguatan dalam bidang SDM, kelembagaan, dan sistem koordinasi untuk menghadapi tantangan yang ada,” ucapnya.

Dalam aspek struktur kelembagaan, Direktur Riset Indo Pacific Strategic Intelligence Aira Kusumasomantri mengkritisi pergeseran BIN yang sebelumnya lebih banyak diisi oleh kalangan sipil, namun kini didominasi oleh TNI dan Polri.

“Dari sembilan deputi di BIN, hanya satu yang berorientasi ke luar, sedangkan yang lainnya lebih cenderung ke dalam. Padahal, ancaman yang dihadapi lebih banyak berasal dari luar,” ungkapnya.

Selain itu, Ketua Program Studi Ilmu Politik Universitas Bakrie Aditya Batara Gunawan menilai bahwa perubahan orientasi yang lebih berfokus pada ancaman eksternal dan penguatan peran sipil dalam intelijen sangat diperlukan.

Diskusi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam merumuskan pemikiran terkait restrukturisasi dan penguatan lembaga intelijen di Indonesia. Selain itu, diskusi ini juga menjadi salah satu upaya dalam mengembangkan kajian intelijen di Program Studi Ilmu Politik Universitas Bakrie.

Sumber: https://www.medcom.id/nasional/peristiwa/GKdl31EK-pemisahan-fungsi-intelijen-dalam-dan-luar-negeri-dinilai-penting

Source link