Sebagai seorang insinyur otomotif yang bertugas mengembangkan mobil untuk pasar Eropa, tantangan yang dihadapi tidaklah mudah. Uni Eropa memiliki undang-undang yang ketat terkait emisi, kebisingan, keselamatan, dan standar lainnya, yang membuat proses rekayasa menjadi lebih kompleks. Hal ini menyebabkan insinyur menghabiskan lebih dari seperempat waktunya untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan ketat Uni Eropa.
Menurut Chairman Stellantis, John Elkann, jumlah peraturan baru yang harus dipatuhi oleh mobil yang dijual di Eropa akan semakin bertambah pada dekade mendatang. Salah satu tantangan terbesar adalah mengurangi emisi armada secara signifikan. Rencana untuk menurunkan rata-rata emisi mobil dari 93,6 g/km pada tahun 2025 hingga 2029 menjadi hanya 49,5 g/km pada periode 2030-2034 merupakan target yang ambisius.
Kendaraan kecil juga terkena dampak aturan yang lebih ketat tersebut. Harga mobil menjadi lebih mahal akibat kepatuhan terhadap regulasi yang mahal, yang pada akhirnya membuat penjualan kendaraan kecil menurun. Sebagai solusi, beberapa pihak mengusulkan agar Uni Eropa mengambil inspirasi dari mobil listrik kei yang populer di Jepang dan mendorong pengembangan mobil listrik setara di Eropa.
Meskipun tren konsumen saat ini cenderung mengarah kepada kendaraan crossover, masih ada permintaan yang jelas untuk kendaraan yang lebih kecil dan lebih ringan di Eropa. Produsen mobil, termasuk Dacia, melihat kesuksesan dengan jajaran produk ringan dan terjangkau mereka. Namun, birokrasi yang berlebihan dalam regulasi dapat merusak keterjangkauan harga dan menghambat upaya elektrifikasi di Eropa.
Dalam konteks ini, pelonggaran peraturan terkait mobil kecil, sebagaimana dilakukan di Jepang dengan pendekatan kei car, bisa memberikan fleksibilitas kepada produsen mobil untuk menciptakan model mobil yang lebih murah dan lebih efisien. Namun, kemungkinan terjadinya hal ini tampaknya tidak mudah mengingat kecenderungan Uni Eropa untuk semakin menguatkan regulasi yang ada.