Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) yang terpecah pada Senin (1/7/2024) memutuskan bahwa mantan Presiden AS Donald Trump dapat mengklaim kekebalan presiden untuk menghindari penuntutan atas banyak tindakannya dalam upaya membatalkan hasil pemilu pada 2020.
Terpisah 6-3 berdasarkan garis partisan, pengadilan yang didominasi konservatif tersebut menemukan bahwa Trump tidak dapat dituntut atas tindakan resmi yang diambil sebagai presiden, namun dapat dituntut atas tindakan pribadi. Seorang hakim liberal mengatakan keputusan tersebut secara efektif menjamin bahwa seorang presiden kini menjadi raja di atas hukum.
Keputusan tersebut menandai pertama kalinya sejak berdirinya negara ini pada abad ke-18 dimana Mahkamah Agung menyatakan bahwa mantan presiden dapat dilindungi dari tuntutan pidana dalam hal apa pun.
“Kami menyimpulkan bahwa berdasarkan struktur konstitusional kekuasaan terpisah kami, sifat kekuasaan presiden mengharuskan mantan presiden memiliki kekebalan dari tuntutan pidana atas tindakan resmi selama masa jabatannya,” tulis Ketua Hakim John Roberts dalam pendapatnya.
“Setidaknya sehubungan dengan pelaksanaan kekuasaan konstitusional inti oleh presiden, kekebalan ini harus bersifat mutlak. Adapun sisa tindakan resminya, dia juga berhak atas kekebalan,” lanjutnya.
Namun putusan tersebut mengatakan bahwa pengadilan menolak untuk mengatakan apakah kekebalan harus bersifat absolut, atau sebaliknya apakah kekebalan dugaan saja sudah cukup. Putusan tersebut memerintahkan pengadilan yang lebih rendah untuk meninjau kembali kasus tersebut guna memutuskan sejauh mana beberapa tuduhan terhadap Trump.
Kasus ini berfokus pada apakah Trump kebal dari tuntutan atas peranannya dalam kerusuhan mematikan 6 Januari 2021 di US Capitol.